Di dalam melaksanakan
tugasnya, pustakawan harus berinteraksi dengan orang lain. Sebagai bagian dari
organisasi, seseorang pustakawan harus dapat bekerja sama dengan atasan, bawahan serta rekan-rekan sekerjanya. Pustakawan juga harus berhubungan dengan pihak-pihak di luar organisasi,
seperti penerbit, toko buku, sesama pustakawan, ataupun pihak-pihak lain.
Selain itu juga pustakawan akan berinteraksi dengan pemakai perpustakaan.
1.
Bagaimana psikologi perputakaan,
2.
Bagaimana pendekatan
psikologi dalam peningkatan pelayanan perpustakaan.
3.
Bagaimana teori belajar,
4.
Bagaimana teori motivasi,
5.
Bagaimana teori persepsi,
6.
Bagaimana teori sikap,
7.
Apa hubungan interpersonal,
8.
Bagaimana dinamika kelompok,
9.
Bagaimana teori kepribadian.
1.
Mengetahui pengertian psikologi
perpustakaan, dan pelayanan perpustakaan
2.
Mengetahui pengertian teori
belajar, motivasi, sikap, persepsi.
3.
Mengetahui hubungan
interpersonal, dinamika kelompok, serta teori kepribadian
akan bermanfaat bagi pustakawan dalam melayani pemakainya.
BAB II
PEMBAHASAN
Psikologi
dan perpustakaan adalah dua kata yang berbeda, yang jika ditinjau dari
definisinya tidak ada bidang yang membuatnya sama. Karena perkembangan ilmu
pengetahuan, psikologi berkembang dan menjangkau berbagai bidang kajian seperti
psikologi kerja, psikologi kedokteran, psikologi pendidikan, dan lain-lain
termasuk pula dalam bidang perpustakaan, sehingga dikenallah istilah psikologi
perpustakaan.
Psikologi
perpustakaan inilah yang menjadi obyek pembahasan pada buku ini. Dan perlu
disepakati bahwa definisi psikologi ini penulis perluas tidak saja mencakup
pada jiwa manusianya saja (pustakawan maupun pemustaka), tetapi mencakup pula
karakter atau jiwa bahan pustaka itu sendiri. Sebab pada tingkat realita, jiwa
suatu bahan pustaka (misalnya: content, sifat buku, dan lain-lain) sangat
mempengaruhi minat user untuk membacanya.
Sehingga
pengertian psikologi perpustakaan yang perlu dipahami dalam buku ini adalah
suatu ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia (baca: pustakawan dan pemustaka
atau user) baik sifat ataupun perilakunya sebagai pelaku utama dalam kegiatan
perpustakaan dan karakter bahan pustaka sebagai objek pendukung. Tujuanya ke
depan adalah agar orang yang berkecimpung di dunia perpustakaan maupun
pemustaka yang menggunakan perpustakaan dapat memahami apa itu yang dinamakan
dengan informasi.
Kalau
kita amati dengan cermat maka untuk dapat hidup efektif, harus hidup dengan
cukup informasi. Oleh karena itu komunikasi dan informasi merupakan bagian yang
sangat penting bagi kehidupan manusia, karena manusia merupakan bagian dari
masyarakat. Kenyataan seperti ini tidak dapat diingkari kebenarannya. Sebab
hanya orang, masyarakat atau bangsa yang mempunyai banyak informasi yang dapat
berkembang pesat. Dengan informasi orang dapat mengetahui apa yang telah,
sedang, dan akan terjadi. Dan dengan informasi pula orang dapat mengetahui apa
yang harus dilakukan untuk memperbaiki hidupnya.
Revolusi
industri di tandai oleh adanya perkembangan yang pesat di bidang iptek. Dan
dengan teknologi manusia menciptakan sarana informasi yang sifatnya elektronis,
seperti radio, televisi, flim, video, penerbitan, dan teknologi informasi yang
lain. Setelah lewat masa berkembang era industri kemudian berkembang era pasca
industri. Era pasca industri inilah yang dikenal dengan era informasi, atau era
globlisasi informasi, yang ditandai dengan makin berperannya informasi di
hampir semua sektor kehidupan masyarakat.
Sekarang
ini banyak orang berbicara tentang globalisasi informasi ataupun cir-ciri
masyarakat informasi, baik dalam bentuk seminar ataupun diskusi yang membahas
masalah ini. Globalisasi ini menunjukan pada pengertian pembauran atau kesamaan
dalam hampir segala aspek kehidupan manusia yang meliputi bidang iptek,
ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
Menjadi
seorang yang profesional bukanlah sesuatu yang mudah. Kita dilahirkan tidak
dengan menyandang predikat profesional. Oleh karena itu kita semua ingin sukses
dalam berkarier atau bekerja. Kita perlu ketekunan dan terus-menerus bekerja
keras untuk dapat berhasil atau sukses dalam bekerja.
Untuk
mengembangkan layanan perpustakaan atau pustakawan. Tanpa sikap profesional
bagaimanapun modern, lengkap dan canggihnya perpustakaan tersebut akan kurang
berarti. Sehingga perlu dikembangkan dengan baik upaya-upaya peningkatan
profesionalitas pustakawan dalam rangka peningkatan layanan perpustakaan.
Belajar
meliputi tingkah laku kompleks yang dipelajari untuk dapat beradaptasi dengan
lingkungan sekitar secara efektif. Di dalam teori ini terdapat tiga jenis
belajar, yaitu:
1.
Kondisioning Klasik (Classical Conditioning), merupakan
belajar yang mengandalkan asosiasi antara stimulus netral dan stimulus tak bersyarat, dan menghasilkan respons
bersyarat.
2.
Kondisioning Operan (Operant Conditioning), menekankan pada hubungan antara respons dan konsekuensinya. Respons atau tingkah laku yang
menerima konsekuensi menyenangkan cenderung untuk diulangi dan sebaliknya
respons atau tingkah laku yang menerima konsekuensi yang tidak menyenangkan
cenderung tidak diulangi.
3.
Belajar Kognitif (Cognitive Learning), salah satunya
adalah belajar melalui observasi. Seorang pimpinan adalah model yang tingkah
lakunya diobservasi dan ditiru oleh bawahannya.
Ketika kita memahami pengertian atau teori
belajar tentunya sebagai pustakawan menginginkan para pemakai perpustakaan
mendapatkan pengalaman-pengalaman positif yang dapat membentuk perubahan dalam
diri setiap para pemakai ke arah yang lebih baik. Berikut adalah contoh-contoh
aplikasi di perpustakaan yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan pelayanan
di perpustakaan atau pusat informasi.
1.
Aplikasi Kondisioning Klasik
Bahwa kondisioning klasik
merupakan belajar yang mengandalkan asosiasi antara stimulus netral
dan stimulus berkondisi sehingga neutral stimulus menjadi stimulus AC dan menghasilkan refleks yg dipelajari.
Contohnya: kasus pengalaman pemakai perpustakaan yang ditinjau dari proses belajar
kondisioning klasik: seorang mahasiswa yang berasal dari daerah berkunjung ke
perpustakaan perguruan tinggi tempat dia kuliah
untuk pertama kalinya.
2.
Aplikasi Kondisioning Operan
Bahwa belajar kondisioning
operan menekankan pada hubungan antara respons dan konsekuensinya. Hukum Law Effect dari Thorndike yang merupakan esensi dari teori ini juga
perlu dicermati yaitu bahwa tingkah laku yang menghasilkan sesuatu yang
diinginkan atau menyenangkan akan cenderung untuk diulangi dan sebaliknya.
Sebagai pustakawan, kita harus mengingat akan hal ini dalam mendesain layanan
perpustakaan. Kita dapat membuat daftar indikator kesuksesan pelayanan,
misalnya: kita memberikan layanan
referensi di perpustakaan khusus melalui telepon.
3.
Aplikasi Teori Belajar
Kognitif
Teori belajar observasi yang
dikemukakan oleh Albert Bandura, kita dapat belajar melalui observasi tingkah
laku seorang model. Model adalah orang yang ditiru tingkah lakunya, baik
tingkah laku overt maupun tingkah
laku covert. Model yang ditiru
pelakunya dapat berupa model yang langsung kita lihat (live model) seperti televisi, VCD, DVD atau program komputer.
Berdasarkan teori yang digagas oleh Bandura ada
4 hal yang perlu diperhatikan agar teori belajar lewat observasi ini berjalan.
Berikut ini adalah contoh pelatihan database online dengan ilustrasi 4 langkah
teori Bandura, yaitu:
a.
Perhatian (Attention), merupakan komponen penting
dalam proses belajar lewat observasi. Seorang pemakai yang belajar menelusur database online harus memperhatikan apa yang dikatakan oleh pustakawan yang
memberikan contoh bagaimana menelusuri informasi saat memberikan pelatihan
kepada penggunanya.
b.
Penyimpanan (Retention), untuk meniru perilaku model,
seseorang harus menyimpan informasi ke dalam memorinya dan menggunakannya di
kemudian hari dengan cara mengingat kembali apa yang telah diobservasi.
c.
Reproduksi
Motor (Motor reproduction), adalah
komponen penting lain dalam proses belajar observasi. Individu yang
mengobservasi tingkah laku model harus dapat menerjemahkan apa yang di lihat sesuai dengan kemampuannya ke dalam bentuk tingkah laku.
d.
Penguatan (Reinforcement), merupakan komponen terakhir pada belajar observasi, seseorang yang
mengobservasi perilaku orang lain harus mempunyai motivasi untuk meniru tingkah
laku model dan mengharapkan penguatan positif setelah melakukan tingkah laku tersebut.
Pustakawan yang bekerja dengan anak-anak
dan remaja juga harus menanamkan dalam diri mereka
masing-masing bahwa perpustakaan yang baik akan memberikan pengaruh yang baik
kepada para penggunanya. Misalnya jika pustakawan perpustakaan sekolah rajin
membaca buku dan gemar buku, maka hal tersebut
merupakan contoh yang baik untuk mengembangkan minat baca mereka.
Bagaimana cara belajar yang baik ? belajar yang baik
menurut saya adalah belajar dengan kondisi yang membuat anda benar-benar
nyaman, seperti belajar sambil ditemani secangkir kopi dan ditemani lantunan
musik-musik klasik. Menurut teman saya belajar yang baik itu setelah
menjalankan sholat subuh, karena pada jam tersebut otak masih sangat lancar
untuk menerima suatu pembelajaran dan menemukan ide, daripada siang atau pun
pada malam hari.
B. Teori
Motivasi
Motivasi
merupakan faktor utama yang mendorong tumbuhnya etos kerja. Etos kerja
sesungguhnya merupakan nilai-nilai yang mendasari seseorang untuk
bertingkah-laku dalam bekerja. Etos kerja bisa positif ataupun negatif. Etos
kerja positif antara lain: menghargai kejujuran, tepat waktu, disiplin, adil,
tidak berprasangka, serta mempunyai integritas tinggi, dan berdedikasi.
Motivasi secara umum merujuk pada pengertian mengapa manusia bertingkah laku dalam
cara tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tingkah laku ada sebab dan ada
tujuan tertentu yang ingin dicapai. Motivasi berhubungan dengan :
o Suatu tujuan akhir yang ingin dicapai, dan
o
Kebutuhan /
keinginan yang mendorong atau menarik terjadinya suatu tingkah laku.
Motivasi berasal dari kata “motif” yang artinya
dorongan atau kehendak. Motivasi merujuk pada proses seluruh kegiatan termasuk
situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku
yang ditimbulkan oleh situasi tersebut, dan tujuan / akhir daripada pergerakan
atau perbuatan. Seorang pimpinan perpustakaan harus mampu memotivasi staf
perpustakaan dengan memahami dan memenuhi kebutuhan stafnya. Strategi untuk
memotivasi staf yang meliputi gaji yang memadai, membangun suasana yang kondusif,
memberikan penghargaan, erta memberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi
diri dan profesi.
Staf perlu mengetahui bahwa kinerja mereka akan
terevaluasi oleh atasan secara teratur. Pimpinan harus menunjukkan bahwa memperhatikan
kesejahteraan staf dan keluarganya. Secara umum staf yang aman dalam bekerja
akan lebih termotivasi. Oleh karena itu pimpinan harus menciptakan suasana aman
antara lain dengan menempatkan staf sesuai dengan kemampuannya. Memberikan
penghargaan adalah faktor lain yang penting dilakukan untuk meningkatkan
motivasi staf perpustakaan. Terpenuhinya kebutuhan ini akan menghasilkan rasa
percaya diri individu.
Motivasi berkaitan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkah laku yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.
Tingkah laku tersebut dapat timbul karena adanya dorongan dan kebutuhan.
Tingkah laku mereka untuk berkunjung ke perpustakaan karena adanya kebutuhan
dan mempunyai tujuan tertentu dan berbeda. Masing-masing jenis perpustakaan akan
menangani kebutuhan informasi yang beragam. Para pemakai perpustakaan sekolah
dan perguruan tinggi datang ke perpustakaan, misalnya bertujuan untuk mencari
informasi yang dapat mendukung proses belajar dan mengajar. Pemakai
perpustakaan di perpustakaan khusus mempunyai tujuan untuk mendapatkan
informasi yang dapat mendukung profesi kerjanya.
Motivasi untuk pelayanan perpustakaan tidak harus
berbentuk materil, bisa juga motivasi dengan kata-kata dari atasan kepada
bawahannya agar semangat bekerja di perpustakaan tersebut.
Persepsi
merupakan proses pemberian makna kepada informasi sensoris yang diterima
seseorang. Melalui persepsi ini manusia dapat mengenal dan memahami dunia luar.
Persepsi merupakan suatu proses yang membuat kita menjadi tahu dan mengerti
hal-hal yang kita hadapi. Dari persepsi kita dapat mengantisipasi apa yang akan
terjadi sehingga kita dapat bersiap-siap untuk menghadapinya.
Berdasarkan
obyek persepsi, maka persepsi dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu persepsi
benda dan persepsi sosial. Ada dua jenis persepsi sosial, yaitu: Persepsi mengenai orang-orang (person
perception) dan persepsi diri (self
perception).
Pustakawan
selalu bekerja dengan orang lain, baik dengan atasan, bawahan, rekan sekerja
ataupun pihak-pihak luar. Kita harus berusaha mengenal mereka sebelum mengambil
kesimpulan tentang mereka, seperti kata pepatah "don’t judge book by its cover" (jangan melihat buku hanya dari
sampulnya). Dengan kita memahami orang lain, konflik yang terjadi di tempat
kerja dapat dihindari. Kita juga harus berusaha selalu berpikir positif tentang
orang lain.
Baron (2006) menyatakan bahwa
ada dua cara membangun kesan positif, yaitu :
1.
Peningkatan diri : usaha untuk meningkatkan daya tarik terhadap orang lain dengan cara
menampilkan diri sebaik mungkin, misalnya dengan mengerjakan pekerjaan sebaik
mungkin, bekerjasama serta membantu teman sekerja, berpakaian rapi dan pantas,
bersikap ramah, sebagai atasan harus dapat bersikap tegas tetapi bersedia
berkompromi, dan lain-lain.
2.
Tambahan lainnya : usaha untuk membuat orang lain merasa senang. Hal ini dilakukan untuk
menciptakan reaksi yang positif dari orang lain, caranya dengan memberikan
pujian, menghargai orang lain, mau mendengar, memahami, baik terhadap atasan,
bawahan maupun rekan kerja.
Ketika seorang pemakai perpustakaan masuk ke
dalam ruang perpustakaan dia akan melihat
banyak hal yaitu meja, kursi, koleksi perpustakaan, pustakawan, serta peristiwa
yang terjadi di perpustakaan. Indera pemakai perpustakaan akan menangkap
beragam yang ada di lingkungan perpustakaan. Namun tidak semua informasi yang
didapatkan oleh alat inderanya disalurkan ke dalam pikiran, ada suatu proses seleksi. Proses pemakaian perpustakaan
terhadap kegiatan, fasilitas dan layanan yang disediakan di perpustakaan
sangatlah penting, karena melalui persepsi mereka kita dapat melihat sejauh mana layanan yang kita berikan kepada mereka, apakah memuaskan atau tidak.
Ada tiga hal yang mempengaruhi persepsi, yaitu:
1.
Variabel stimulus pustakawan yang melayani perpustakaan adalah variabel stimulus objek yang dipersepsikan. Semua yang ditampilkan oleh pustakawan:
penampilan, senyuman, kontak mata, keramahan, keinginan untuk membantu,
kecepatan dalam memberikan pelayanan adalah stimulus yang dipersepsikan oleh
pengguna.
2.
Variabel latar (setting) dan suasana yang mengiringi
kehadiran stimulus Latar atau setting
serta suasana yang menyertai kehadiran stimulus suatu obyek stimulus akan
mempengaruhi persepsi seseorang tentang obyek tersebut.
3.
Variabel diri (persepstor) adalah orang yang memersepsikan apa yang dilihatnya melalui inderanya untuk
memberikan makna terhadap stimulus yang dilihatnya. Diri perseptor bukanlah
kertas putih yang kosong, tetapi diri perseptor mempunyai pengalaman-pengalaman
yang unik yang berpengaruh terhadap cara ia memandang sesuatu.
D. Teori Sikap
Sikap adalah
suatu kecenderungan yang dipelajari untuk bertingkah laku tertentu terhadap
suatu obyek. Di dalam sikap terdapat perasaan dan emosi yang menyebabkan
terjadinya proses evaluatif dalam diri individu yang menimbulkan perasaan suka
atau tidak suka terhadap obyek sikap tersebut. Sikap mengandung tiga komponen,
yaitu:
1.
Komponen kognitif yang berisi
ide, pengetahuan, keyakinan, dan anggapan mengenai obyek sikap. Contoh:
pustakawan yang sedang melihat pemustaka yang bingung dalam mencari bahan
pustak.
2.
Komponen afektif berupa emosi,
yaitu perasaan terhadap obyek sikap. Contohnya: kemudian pustakawan
tersebut menanyakan apa permasalahan si pemustaka tersebut.
3.
Komponen perilaku merupakan
kecenderungan / predisposisi untuk bertingkah laku tertentu terhadap obyek
sikap. Contoh: kemudian pemustaka
memberikan solusi berupa buku yang sedang dicari pemustaka tersebut.
Karena sikap merupakan suatu yang dapat
dipelajari, maka sikap seseorang terhadap suatu obyek dapat saja berubah.
Pengetahuan mengenai terbentuknya sikap tentunya dapat digunaakn oleh
pustakawan untuk membentuk sikap yang positif terhadap layanan perpustakaan.
E. Hubungan
Interpersonal
Interpersonal merupakan sesuatu yang sangat
penting bagi kehidupan manusia. Sebagai makhluk sosial, sejak dari lahir sampai
akhir hayatnya, manusia selalu membutuhkan orang lain. Dalam dunia kerja,
kesuksesan seseorang sangat tergantung dari kemampuan kita untuk berhubungan
dengan orang lain. Di dalam wawancara kerja sebetulnya salah satu pertanyaan yang pasti muncul dalam benak si
pewawancara adalah “apakah orang ini dapat bekerjasama dengan orang lain?”
Mempunyai kemampuan teknis yang baik tidak menjamin kesuksesan seseorang.
Asosiasi perpustakaan khusus (1996) menyatakan ada dua jenis kompetensi yang harus dimiliki seorang
pustakawan yaitu:
1.
Kompetensi profesional
berkaitan dengan kemampuan yang sifatnya teknis, seperti kemampuan mengindeks,
menelusur informasi, teknologi informasi, dan lain-lain.
2.
Kompetensi personal adalah
sejumlah keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan mereka bekerja
dengan efisien seperti kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik, keinginan
untuk terus belajar, keinginan untuk bekerja sebaik mungkin dan kemampuan untuk
bertahan dalam menghadapi perkembangan zaman.
Kemampuan seseorang dalam menjalin suatu
hubungan interpersonal sangat penting untuk membina hubungan yang baik dengan
orang lain, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam lingkungan pekerjaan.
Seseorang tidak begitu saja mempunyai keterampilan untuk berinteraksi secara
efektif dengan orang lain. Kemampuan ini tidak bersifat bawaan dan tidaklah
muncul secara ajaib, tetapi dipelajari. Orang yang cerdas IQ-nya juga tidak
secara otomatis memiliki kecerdasan interpersonal.
Salah satu faktor yang penting dalam membina
hubungan interpersonal adalah komunikasi. Komunikasi adalah dasar dari semua
hubungan interpersonal. Pemahaman terhadap unsur-unsur yang ada saat komunikasi
akan membantu untuk berkomunikasi secara efektif. Unsur-unsur tersebut meliputi
individu sebagai pengirim pesan atau individu senagai penerima pesan,
pengkodean, pengkodean kembali, stimulus, motivasi, kerangka berpikir atau kerangka
acuan, simbol, media, gangguan dan mengontrol lingkungan sekitar.
Cronin dan Martin (1983) menyatakan bahwa secara
umum interaksi antara pustakawan dan pemakai perpustakaan dapat disederhanakan
menjadi empat tingkatan. Pada masing-masing tingkatan ini pustakawan harus
menunjukkan keterampilan dalam berkomunikasi secara efektif.
Kontak awal – membangun kesan pertama
Pustakawan mempersepsikan kebutuhan pemakai
perpustakaan
Pustakawan berusaha memenuhi kebutuhan pengguna
Kontak akhir – memberikan kesan akhir
F. Dinamika
Kelompok
Dinamika
kelompok mempelajari semua hal atau proses yang terjadi dalam kelompok termasuk
sifat kelompok, ciri-cirinya pembentukan dan perkembangan kelompok, keefektifan
kelompok, saling pengaruh antaranggota dalam kehidupan berkelompok, dan hal-hal
lain yang berkaitan dengan kelompok. Dapat diuraikan tugas masing-masing bagian
untuk melihat bagaimana konstribusi mereka terhadap pelayanan kepada pemakai,
sebagai berikut.
Bagian pelayanan
|
Memberikan layanan kepada
pemakai, seperti peminjaman bahan pustaka, layanan informasi dan rujukan,
memberikan informasi terbaru tentang koleksi perpustakaan.
|
Bagian pengolahan
|
Mengolah bahan pustaka,
mulai dari inventarisasi sampai siap untuk digunakan oleh pemakai.
|
Bagian pengadaan
|
Memperoleh bahan pustaka
yang diperlukan oleh pemakai, mulai dari pemesanan sampai bahan pustaka itu
diterima.
|
Kepala perpustakaan
|
Mengkoordinir dan mengatur
segala sumber daya yang ada di perpustakaan secara efektif dan efisien dalam
rangka memberikan pelayanan prima pada pemakai.
|
Bagian administrasi
|
Melayani administrasi
kepegawaian, keuangan dan perlengkapan (sarana dan prasarana) perpustakaan
agar seluruh bagian dapat bekerja dengan baik.
|
Bagian teknologi informasi
|
Mengembangkan teknologi
informasi di perpustakaan untuk mempermudah tugas staf perpustakaan baik di
bagian pelayanan, pengolahan, pengadaan maupun administrasi.
|
“Cleaning service” (petugas kebersihan)
|
Membersihkan ruang kerja,
ruang baca dan ruang perpustakaan lainnya sehingga terasa nyaman baik bagi
staf maupun pemakai.
|
Pengetahuan
tentang proses-proses yang terjadi dalam kelompok serta bagaimana seseorang individu
berperilaku dalam kelompok. Dalam proses mempromosikan layanannya, pustakawan
dapat membentuk kelompok-kelompok yang terdiri dari pemakai dinamis
perpustakaan, seperti klub pecinta buku, sahabat perpustakaan, kelompok baca,
dan sebagainya.
Pustakawan
di perpustakaan sekolah dapat membentuk sahabat perpustakaan yang anggotanya
terdiri dari siswa-siswa di sekolah. Kegiatan sahabat perpustakaan ini dapat
berupa:
1.
Lingkar sastra yaitu kegiatan
bedah buku; pada kegiatan ini siswa membaca buku dengan judul yang sama
kemudian membahas isinya bersama-sama. Mereka dapat mendiskusikan pengalaman
mereka yang mungkin berkaitan dengan buku tersebut. Pustakawan dapat
merekomendasikan buku yang dibaca. Pustakawan dapat bekerjasama dengan guru
kelas dalam kegiatan ini, misalnya guru kelas menjadi fasilitator dalam lingkar
sastra tersebut.
2.
Mengadakan kegiatan
mendongeng, membaca puisi, dampingan buku; siswa yang berada pada tingkatan
atas dapat mendongeng, membacakan puisi dan membacakan buku untuk adik
kelasnya.
3.
Kegiatan sukarelawan; siswa
anggota klub dapat membantu melayani dalam pelayanan perpustakaan dalam waktu
yang terjadwal.
G.
Teori Kepribadian
Kepribadian
adalah pemikiran, emosi dan tingkah laku seseorang yang unik sehingga
membedakan individu tersebut saat berinteraksi dengan orang lain. Secara umum
teori kepribadian yang ada pada psikologi mengarah pada dua penjelasan, yaitu:
1.
Perspektif biologi bahwa
kepribadian merupakan bawaan sejak lahir. Kepribadian yang dimiliki individu
bersifat genetik dan faktor lingkungan tidaklah penting dalam mempengaruhi
kepribadian seseorang. Contohnya seperti ketika seseorang diajak
teman-temannya untuk menonton di bioskop dia menolak untuk ikut menonton. Di
karenakan dia mempunyai pendapat lain, daripada nonton dibioskop yang mahal,
lebih baik menunggunya keluar di layar kaca ataupun internet walaupun sedikit
lebih lama.
2.
Perspektif lingkungan yang
membentuk kepribadian seseorang. Lingkunan yang dimaksud berupa pendidikan,
pengalaman, persahabatan, ataupun nilai-nilai budaya. Contohnya
orang yang seperti ini cenderung konsumtif, dan mengikuti perkembangan jaman.
Misalnya teman-temannya mempunyai Smartphone model terbaru, dia juga tidak mau
ketinggalan dan segera membelinya.
Salah satu pengukuran tipe kepribadian yang umum
adalah Myers-Briggs Type Indicator
(MBTI) yang didasari Tipologi Jung. Teori Jung menyatakan bahwa ada dua
orientasi dasar manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya yaitu: extroversi dan introversi.
1.
Extroversi adalah mereka yang mudah
menjalin hubungan sosial terbuka, tertarik pada orang lain dan lingkungannya.
2.
Introversi cenderung tertutup, menarik diri
dan hidup dalam dunianya.
Mereka lebih tertarik pada ide-ide pada manusia.
Jung menjelaskan pula tentang empat fungsi berpikir, yaitu : Sensing (S), Intuition (I), Thinking
(T), dan Feeling (F) atau
penginderaan, intuisi, pikiran, dan perasaan. MBTI membagi kepribadian ke dalam
16 tipe, masing-masing tipe kepribadian mengandung 4 komponen, yaitu:
1.
Bagaimana kita menyalurkan
energi (Extroversion atau Introversion).
Skala I/E (Extroversion atau Introversion) menjelaskan apakah seseorang memperoleh energi dari
stimulus eksternal atau stimulus internal.
2.
Bagaimana kita memperoleh
informasi (Sensing atau Intuition). Skala S/N (Sensing atau Intuition) menunjukkan
bagaimana kebiasaan seseorang dalam memperoleh informasi.
3.
Bagaimana kita membuat
keputusan (Thinking atau Feeling).
Skala T/F (Thinking atau Feeling) menjelaskan cara seseorang sampai pada kesimpulan dan
mengambil keputusan.
4.
Bagaimana gaya hidup kita atau
orientasi kita terhadap dunia luar (Judging
atau Perceiving).
Skala J/P (Judging atau Perceiving) menunjukkan cara seorang mendasari hubungannya dengan
lingkungan.
Menghadapi
era globalisasi dan informasi, pustakawan sebagai individu dan profesi
diharapkan menjadi pribadi yang dapat memberikan layanan yang baik bagi para
pemakainya tidak hanya pada pelayanan tradisional saja tetapi juga pada
pelayanan yang menggunakan teknologi informasi. Di Indonesia, kurikulum di
berbagai jurusan ilmu perpustakaan mata kuliah psikologi dan komunikasi karena
para calon pustakawan mempunyai kepribadian yang memahami psikologis pemakainya
dan dapat berkomunikasi dengan baik.
Pemahaman
tentang kepribadian yang diharapkan dari pustakawan akan mengingatkan kita
untuk berusaha membentuk diri kita menjadi orang yang memiliki kepribadian yang
menyenangkan dan bersahabat dalam memberikan layanan di perpustakaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahwa di
dalam melaksanakan tugasnya, pengetahuan psikologi sangat penting bagi
pustakawan. Dari uraian di atas, maka kami dapat menyimpulkan:
1.
Pustakawan harus memberikan
contoh penerapan psikologi dalam organisasi perpustakaan dan pusat informasi
lainnya, baik yang berkaitan dengan atasan, bawahan, rekan kerja, rekan
seprofesi, penerbit, serta pihak-pihak lain.
2.
Pustakawan harus memberikan
contoh penerapan psikologi untuk meningkatkan layanan perpustakaan bagi
pemakai.
1.
Staf perpustakaan harus paham
tentang kebutuhan pemakainya.
2.
Pustakawan harus memotivasi
siswa untuk datang ke perpustakaan.
3.
Seorang pustakawan harus
mencari cara bagaimana memenuhi kebutuhan penggunanya sehingga mereka terdorong
untuk menggunakan fasilitas dan bahan koleksi yang tersedia di perpustakaan.
4.
Pustakawan harus memahami /
mempunyai kepribadian yang memahami psikologis pemakainya dan dapat
berkomunikasi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Gabbard, Ralph B., Kaiser Anthony and Kaunelism David. (2007). Redesigning a
Library Space for Collaborative Learning. Computers in Libraries. (5),
P.11.
Hallam, Gillian dan Helen Patridge. Great
Expectation? Developing a profile the
21st Century Library and Information Student: A Queensland
University of Technology Case Study. IFLA. 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar