Minggu, 19 Mei 2019

PSIKOLOGI PERPUSTAKAAN


BAB I
PENDAHULUAN

Di dalam melaksanakan tugasnya, pustakawan harus berinteraksi dengan orang lain. Sebagai bagian dari organisasi, seseorang pustakawan harus dapat bekerja sama dengan atasan, bawahan serta rekan-rekan sekerjanya. Pustakawan juga harus berhubungan dengan pihak-pihak di luar organisasi, seperti penerbit, toko buku, sesama pustakawan, ataupun pihak-pihak lain. Selain itu juga pustakawan akan berinteraksi dengan pemakai perpustakaan.

1.         Bagaimana psikologi perputakaan,
2.         Bagaimana pendekatan psikologi dalam peningkatan pelayanan perpustakaan.
3.         Bagaimana teori belajar,
4.         Bagaimana teori motivasi,
5.         Bagaimana teori persepsi,
6.         Bagaimana teori sikap,
7.         Apa hubungan interpersonal,
8.         Bagaimana dinamika kelompok,
9.         Bagaimana teori kepribadian.

1.         Mengetahui pengertian psikologi perpustakaan, dan pelayanan perpustakaan
2.         Mengetahui pengertian teori belajar, motivasi, sikap, persepsi.
3.         Mengetahui hubungan interpersonal, dinamika kelompok, serta teori kepribadian akan bermanfaat bagi pustakawan dalam melayani pemakainya.

BAB II
PEMBAHASAN


Psikologi dan perpustakaan adalah dua kata yang berbeda, yang jika ditinjau dari definisinya tidak ada bidang yang membuatnya sama. Karena perkembangan ilmu pengetahuan, psikologi berkembang dan menjangkau berbagai bidang kajian seperti psikologi kerja, psikologi kedokteran, psikologi pendidikan, dan lain-lain termasuk pula dalam bidang perpustakaan, sehingga dikenallah istilah psikologi perpustakaan.
Psikologi perpustakaan inilah yang menjadi obyek pembahasan pada buku ini. Dan perlu disepakati bahwa definisi psikologi ini penulis perluas tidak saja mencakup pada jiwa manusianya saja (pustakawan maupun pemustaka), tetapi mencakup pula karakter atau jiwa bahan pustaka itu sendiri. Sebab pada tingkat realita, jiwa suatu bahan pustaka (misalnya: content, sifat buku, dan lain-lain) sangat mempengaruhi minat user untuk membacanya.
Sehingga pengertian psikologi perpustakaan yang perlu dipahami dalam buku ini adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia (baca: pustakawan dan pemustaka atau user) baik sifat ataupun perilakunya sebagai pelaku utama dalam kegiatan perpustakaan dan karakter bahan pustaka sebagai objek pendukung. Tujuanya ke depan adalah agar orang yang berkecimpung di dunia perpustakaan maupun pemustaka yang menggunakan perpustakaan dapat memahami apa itu yang dinamakan dengan informasi.
Kalau kita amati dengan cermat maka untuk dapat hidup efektif, harus hidup dengan cukup informasi. Oleh karena itu komunikasi dan informasi merupakan bagian yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena manusia merupakan bagian dari masyarakat. Kenyataan seperti ini tidak dapat diingkari kebenarannya. Sebab hanya orang, masyarakat atau bangsa yang mempunyai banyak informasi yang dapat berkembang pesat. Dengan informasi orang dapat mengetahui apa yang telah, sedang, dan akan terjadi. Dan dengan informasi pula orang dapat mengetahui apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki hidupnya.
Revolusi industri di tandai oleh adanya perkembangan yang pesat di bidang iptek. Dan dengan teknologi manusia menciptakan sarana informasi yang sifatnya elektronis, seperti radio, televisi, flim, video, penerbitan, dan teknologi informasi yang lain. Setelah lewat masa berkembang era industri kemudian berkembang era pasca industri. Era pasca industri inilah yang dikenal dengan era informasi, atau era globlisasi informasi, yang ditandai dengan makin berperannya informasi di hampir semua sektor kehidupan masyarakat.
Sekarang ini banyak orang berbicara tentang globalisasi informasi ataupun cir-ciri masyarakat informasi, baik dalam bentuk seminar ataupun diskusi yang membahas masalah ini. Globalisasi ini menunjukan pada pengertian pembauran atau kesamaan dalam hampir segala aspek kehidupan manusia yang meliputi bidang iptek, ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

Menjadi seorang yang profesional bukanlah sesuatu yang mudah. Kita dilahirkan tidak dengan menyandang predikat profesional. Oleh karena itu kita semua ingin sukses dalam berkarier atau bekerja. Kita perlu ketekunan dan terus-menerus bekerja keras untuk dapat berhasil atau sukses dalam bekerja.
Untuk mengembangkan layanan perpustakaan atau pustakawan. Tanpa sikap profesional bagaimanapun modern, lengkap dan canggihnya perpustakaan tersebut akan kurang berarti. Sehingga perlu dikembangkan dengan baik upaya-upaya peningkatan profesionalitas pustakawan dalam rangka peningkatan layanan perpustakaan.


Belajar meliputi tingkah laku kompleks yang dipelajari untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar secara efektif. Di dalam teori ini terdapat tiga jenis belajar, yaitu:
1.      Kondisioning Klasik (Classical Conditioning), merupakan belajar yang mengandalkan asosiasi antara stimulus netral dan stimulus tak bersyarat, dan menghasilkan respons bersyarat.
2.      Kondisioning Operan (Operant Conditioning), menekankan pada hubungan antara respons dan konsekuensinya. Respons atau tingkah laku yang menerima konsekuensi menyenangkan cenderung untuk diulangi dan sebaliknya respons atau tingkah laku yang menerima konsekuensi yang tidak menyenangkan cenderung tidak diulangi.
3.      Belajar Kognitif (Cognitive Learning), salah satunya adalah belajar melalui observasi. Seorang pimpinan adalah model yang tingkah lakunya diobservasi dan ditiru oleh bawahannya.
Ketika kita memahami pengertian atau teori belajar tentunya sebagai pustakawan menginginkan para pemakai perpustakaan mendapatkan pengalaman-pengalaman positif yang dapat membentuk perubahan dalam diri setiap para pemakai ke arah yang lebih baik. Berikut adalah contoh-contoh aplikasi di perpustakaan yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan pelayanan di perpustakaan atau pusat informasi.
1.    Aplikasi Kondisioning Klasik
Bahwa kondisioning klasik merupakan belajar yang mengandalkan asosiasi antara stimulus netral dan stimulus berkondisi sehingga neutral stimulus menjadi stimulus AC dan menghasilkan refleks yg dipelajari.
Contohnya: kasus pengalaman pemakai perpustakaan yang ditinjau dari proses belajar kondisioning klasik: seorang mahasiswa yang berasal dari daerah berkunjung ke perpustakaan perguruan tinggi tempat dia kuliah untuk pertama kalinya.

2.    Aplikasi Kondisioning Operan
Bahwa belajar kondisioning operan menekankan pada hubungan antara respons dan konsekuensinya. Hukum Law Effect dari Thorndike yang merupakan esensi dari teori ini juga perlu dicermati yaitu bahwa tingkah laku yang menghasilkan sesuatu yang diinginkan atau menyenangkan akan cenderung untuk diulangi dan sebaliknya. Sebagai pustakawan, kita harus mengingat akan hal ini dalam mendesain layanan perpustakaan. Kita dapat membuat daftar indikator kesuksesan pelayanan, misalnya: kita memberikan layanan referensi di perpustakaan khusus melalui telepon.  
3.    Aplikasi Teori Belajar Kognitif
Teori belajar observasi yang dikemukakan oleh Albert Bandura, kita dapat belajar melalui observasi tingkah laku seorang model. Model adalah orang yang ditiru tingkah lakunya, baik tingkah laku overt maupun tingkah laku covert. Model yang ditiru pelakunya dapat berupa model yang langsung kita lihat (live model) seperti televisi, VCD, DVD atau program komputer.
Berdasarkan teori yang digagas oleh Bandura ada 4 hal yang perlu diperhatikan agar teori belajar lewat observasi ini berjalan. Berikut ini adalah contoh pelatihan database online dengan ilustrasi 4 langkah teori Bandura, yaitu:
a.       Perhatian (Attention), merupakan komponen penting dalam proses belajar lewat observasi. Seorang pemakai yang belajar menelusur database online harus memperhatikan apa yang dikatakan oleh pustakawan yang memberikan contoh bagaimana menelusuri informasi saat memberikan pelatihan kepada penggunanya.
b.      Penyimpanan (Retention), untuk meniru perilaku model, seseorang harus menyimpan informasi ke dalam memorinya dan menggunakannya di kemudian hari dengan cara mengingat kembali apa yang telah diobservasi.
c.       Reproduksi Motor (Motor reproduction), adalah komponen penting lain dalam proses belajar observasi. Individu yang mengobservasi tingkah laku model harus dapat menerjemahkan apa yang di lihat sesuai dengan kemampuannya ke dalam bentuk tingkah laku.  
d.      Penguatan (Reinforcement), merupakan komponen terakhir pada belajar observasi, seseorang yang mengobservasi perilaku orang lain harus mempunyai motivasi untuk meniru tingkah laku model dan mengharapkan penguatan positif setelah melakukan tingkah laku tersebut.   
Pustakawan yang bekerja dengan anak-anak dan remaja juga harus menanamkan dalam diri mereka masing-masing bahwa perpustakaan yang baik akan memberikan pengaruh yang baik kepada para penggunanya. Misalnya jika pustakawan perpustakaan sekolah rajin membaca buku dan gemar buku, maka hal tersebut merupakan contoh yang baik untuk mengembangkan minat baca mereka. 
Bagaimana cara belajar yang baik ? belajar yang baik menurut saya adalah belajar dengan kondisi yang membuat anda benar-benar nyaman, seperti belajar sambil ditemani secangkir kopi dan ditemani lantunan musik-musik klasik. Menurut teman saya belajar yang baik itu setelah menjalankan sholat subuh, karena pada jam tersebut otak masih sangat lancar untuk menerima suatu pembelajaran dan menemukan ide, daripada siang atau pun pada malam hari.

 

B.     Teori Motivasi

Motivasi merupakan faktor utama yang mendorong tumbuhnya etos kerja. Etos kerja sesungguhnya merupakan nilai-nilai yang mendasari seseorang untuk bertingkah-laku dalam bekerja. Etos kerja bisa positif ataupun negatif. Etos kerja positif antara lain: menghargai kejujuran, tepat waktu, disiplin, adil, tidak berprasangka, serta mempunyai integritas tinggi, dan berdedikasi.
Motivasi secara umum merujuk pada pengertian mengapa manusia bertingkah laku dalam cara tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tingkah laku ada sebab dan ada tujuan tertentu yang ingin dicapai. Motivasi berhubungan dengan :
o   Suatu tujuan akhir yang ingin dicapai, dan
o   Kebutuhan / keinginan yang mendorong atau menarik terjadinya suatu tingkah laku.  
Motivasi berasal dari kata “motif” yang artinya dorongan atau kehendak. Motivasi merujuk pada proses seluruh kegiatan termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut, dan tujuan / akhir daripada pergerakan atau perbuatan. Seorang pimpinan perpustakaan harus mampu memotivasi staf perpustakaan dengan memahami dan memenuhi kebutuhan stafnya. Strategi untuk memotivasi staf yang meliputi gaji yang memadai, membangun suasana yang kondusif, memberikan penghargaan, erta memberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi diri dan profesi.
Staf perlu mengetahui bahwa kinerja mereka akan terevaluasi oleh atasan secara teratur. Pimpinan harus menunjukkan bahwa memperhatikan kesejahteraan staf dan keluarganya. Secara umum staf yang aman dalam bekerja akan lebih termotivasi. Oleh karena itu pimpinan harus menciptakan suasana aman antara lain dengan menempatkan staf sesuai dengan kemampuannya. Memberikan penghargaan adalah faktor lain yang penting dilakukan untuk meningkatkan motivasi staf perpustakaan. Terpenuhinya kebutuhan ini akan menghasilkan rasa percaya diri individu.
Motivasi berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Tingkah laku tersebut dapat timbul karena adanya dorongan dan kebutuhan. Tingkah laku mereka untuk berkunjung ke perpustakaan karena adanya kebutuhan dan mempunyai tujuan tertentu dan berbeda. Masing-masing jenis perpustakaan akan menangani kebutuhan informasi yang beragam. Para pemakai perpustakaan sekolah dan perguruan tinggi datang ke perpustakaan, misalnya bertujuan untuk mencari informasi yang dapat mendukung proses belajar dan mengajar. Pemakai perpustakaan di perpustakaan khusus mempunyai tujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat mendukung profesi kerjanya.
Motivasi untuk pelayanan perpustakaan tidak harus berbentuk materil, bisa juga motivasi dengan kata-kata dari atasan kepada bawahannya agar semangat bekerja di perpustakaan tersebut.

Persepsi merupakan proses pemberian makna kepada informasi sensoris yang diterima seseorang. Melalui persepsi ini manusia dapat mengenal dan memahami dunia luar. Persepsi merupakan suatu proses yang membuat kita menjadi tahu dan mengerti hal-hal yang kita hadapi. Dari persepsi kita dapat mengantisipasi apa yang akan terjadi sehingga kita dapat bersiap-siap untuk menghadapinya.
Berdasarkan obyek persepsi, maka persepsi dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu persepsi benda dan persepsi sosial. Ada dua jenis persepsi sosial, yaitu: Persepsi mengenai orang-orang (person perception) dan persepsi diri (self perception).
Pustakawan selalu bekerja dengan orang lain, baik dengan atasan, bawahan, rekan sekerja ataupun pihak-pihak luar. Kita harus berusaha mengenal mereka sebelum mengambil kesimpulan tentang mereka, seperti kata pepatah "don’t judge book by its cover" (jangan melihat buku hanya dari sampulnya). Dengan kita memahami orang lain, konflik yang terjadi di tempat kerja dapat dihindari. Kita juga harus berusaha selalu berpikir positif tentang orang lain.
Baron (2006) menyatakan bahwa ada dua cara membangun kesan positif, yaitu :
1.      Peningkatan diri : usaha untuk meningkatkan daya tarik terhadap orang lain dengan cara menampilkan diri sebaik mungkin, misalnya dengan mengerjakan pekerjaan sebaik mungkin, bekerjasama serta membantu teman sekerja, berpakaian rapi dan pantas, bersikap ramah, sebagai atasan harus dapat bersikap tegas tetapi bersedia berkompromi, dan lain-lain.
2.      Tambahan lainnya : usaha untuk membuat orang lain merasa senang. Hal ini dilakukan untuk menciptakan reaksi yang positif dari orang lain, caranya dengan memberikan pujian, menghargai orang lain, mau mendengar, memahami, baik terhadap atasan, bawahan maupun rekan kerja.
Ketika seorang pemakai perpustakaan masuk ke dalam ruang perpustakaan dia akan melihat banyak hal yaitu meja, kursi, koleksi perpustakaan, pustakawan, serta peristiwa yang terjadi di perpustakaan. Indera pemakai perpustakaan akan menangkap beragam yang ada di lingkungan perpustakaan. Namun tidak semua informasi yang didapatkan oleh alat inderanya disalurkan ke dalam pikiran, ada suatu proses seleksi. Proses pemakaian perpustakaan terhadap kegiatan, fasilitas dan layanan yang disediakan di perpustakaan sangatlah penting, karena melalui persepsi mereka kita dapat melihat sejauh mana layanan yang kita berikan kepada mereka, apakah memuaskan atau tidak. Ada tiga hal yang mempengaruhi persepsi, yaitu:
1.      Variabel stimulus pustakawan yang melayani perpustakaan adalah variabel stimulus objek yang dipersepsikan. Semua yang ditampilkan oleh pustakawan: penampilan, senyuman, kontak mata, keramahan, keinginan untuk membantu, kecepatan dalam memberikan pelayanan adalah stimulus yang dipersepsikan oleh pengguna.   
2.      Variabel latar (setting) dan suasana yang mengiringi kehadiran stimulus Latar atau setting serta suasana yang menyertai kehadiran stimulus suatu obyek stimulus akan mempengaruhi persepsi seseorang tentang obyek tersebut.  
3.      Variabel diri (persepstor) adalah orang yang memersepsikan apa yang dilihatnya melalui inderanya untuk memberikan makna terhadap stimulus yang dilihatnya. Diri perseptor bukanlah kertas putih yang kosong, tetapi diri perseptor mempunyai pengalaman-pengalaman yang unik yang berpengaruh terhadap cara ia memandang sesuatu.  

 

D.    Teori Sikap

Sikap adalah suatu kecenderungan yang dipelajari untuk bertingkah laku tertentu terhadap suatu obyek. Di dalam sikap terdapat perasaan dan emosi yang menyebabkan terjadinya proses evaluatif dalam diri individu yang menimbulkan perasaan suka atau tidak suka terhadap obyek sikap tersebut. Sikap mengandung tiga komponen, yaitu:
1.      Komponen kognitif yang berisi ide, pengetahuan, keyakinan, dan anggapan mengenai obyek sikap. Contoh: pustakawan yang sedang melihat pemustaka yang bingung dalam mencari bahan pustak.
2.      Komponen afektif berupa emosi, yaitu perasaan terhadap obyek sikap. Contohnya: kemudian pustakawan tersebut menanyakan apa permasalahan si pemustaka tersebut.
3.      Komponen perilaku merupakan kecenderungan / predisposisi untuk bertingkah laku tertentu terhadap obyek sikap. Contoh: kemudian pemustaka memberikan solusi berupa buku yang sedang dicari pemustaka tersebut. 
Karena sikap merupakan suatu yang dapat dipelajari, maka sikap seseorang terhadap suatu obyek dapat saja berubah. Pengetahuan mengenai terbentuknya sikap tentunya dapat digunaakn oleh pustakawan untuk membentuk sikap yang positif terhadap layanan perpustakaan.

 

E.     Hubungan Interpersonal

Interpersonal merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Sebagai makhluk sosial, sejak dari lahir sampai akhir hayatnya, manusia selalu membutuhkan orang lain. Dalam dunia kerja, kesuksesan seseorang sangat tergantung dari kemampuan kita untuk berhubungan dengan orang lain. Di dalam wawancara kerja sebetulnya salah satu pertanyaan yang pasti muncul dalam benak si pewawancara adalah “apakah orang ini dapat bekerjasama dengan orang lain?” Mempunyai kemampuan teknis yang baik tidak menjamin kesuksesan seseorang.
Asosiasi perpustakaan khusus (1996) menyatakan ada dua jenis kompetensi yang harus dimiliki seorang pustakawan yaitu:
1.      Kompetensi profesional berkaitan dengan kemampuan yang sifatnya teknis, seperti kemampuan mengindeks, menelusur informasi, teknologi informasi, dan lain-lain.
2.      Kompetensi personal adalah sejumlah keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan mereka bekerja dengan efisien seperti kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik, keinginan untuk terus belajar, keinginan untuk bekerja sebaik mungkin dan kemampuan untuk bertahan dalam menghadapi perkembangan zaman.
Kemampuan seseorang dalam menjalin suatu hubungan interpersonal sangat penting untuk membina hubungan yang baik dengan orang lain, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam lingkungan pekerjaan. Seseorang tidak begitu saja mempunyai keterampilan untuk berinteraksi secara efektif dengan orang lain. Kemampuan ini tidak bersifat bawaan dan tidaklah muncul secara ajaib, tetapi dipelajari. Orang yang cerdas IQ-nya juga tidak secara otomatis memiliki kecerdasan interpersonal.
Salah satu faktor yang penting dalam membina hubungan interpersonal adalah komunikasi. Komunikasi adalah dasar dari semua hubungan interpersonal. Pemahaman terhadap unsur-unsur yang ada saat komunikasi akan membantu untuk berkomunikasi secara efektif. Unsur-unsur tersebut meliputi individu sebagai pengirim pesan atau individu senagai penerima pesan, pengkodean, pengkodean kembali, stimulus, motivasi, kerangka berpikir atau kerangka acuan, simbol, media, gangguan dan mengontrol lingkungan sekitar.
Cronin dan Martin (1983) menyatakan bahwa secara umum interaksi antara pustakawan dan pemakai perpustakaan dapat disederhanakan menjadi empat tingkatan. Pada masing-masing tingkatan ini pustakawan harus menunjukkan keterampilan dalam berkomunikasi secara efektif.
Kontak awal – membangun kesan pertama
Pustakawan mempersepsikan kebutuhan pemakai perpustakaan
Pustakawan berusaha memenuhi kebutuhan pengguna
Kontak akhir – memberikan kesan akhir

 

F.     Dinamika Kelompok

Dinamika kelompok mempelajari semua hal atau proses yang terjadi dalam kelompok termasuk sifat kelompok, ciri-cirinya pembentukan dan perkembangan kelompok, keefektifan kelompok, saling pengaruh antaranggota dalam kehidupan berkelompok, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kelompok. Dapat diuraikan tugas masing-masing bagian untuk melihat bagaimana konstribusi mereka terhadap pelayanan kepada pemakai, sebagai berikut.

Bagian pelayanan
Memberikan layanan kepada pemakai, seperti peminjaman bahan pustaka, layanan informasi dan rujukan, memberikan informasi terbaru tentang koleksi perpustakaan.
Bagian pengolahan
Mengolah bahan pustaka, mulai dari inventarisasi sampai siap untuk digunakan oleh pemakai.
Bagian pengadaan
Memperoleh bahan pustaka yang diperlukan oleh pemakai, mulai dari pemesanan sampai bahan pustaka itu diterima.
Kepala perpustakaan
Mengkoordinir dan mengatur segala sumber daya yang ada di perpustakaan secara efektif dan efisien dalam rangka memberikan pelayanan prima pada pemakai.
Bagian administrasi
Melayani administrasi kepegawaian, keuangan dan perlengkapan (sarana dan prasarana) perpustakaan agar seluruh bagian dapat bekerja dengan baik.
Bagian teknologi informasi
Mengembangkan teknologi informasi di perpustakaan untuk mempermudah tugas staf perpustakaan baik di bagian pelayanan, pengolahan, pengadaan maupun administrasi.
Cleaning service” (petugas kebersihan)
Membersihkan ruang kerja, ruang baca dan ruang perpustakaan lainnya sehingga terasa nyaman baik bagi staf maupun pemakai.

Pengetahuan tentang proses-proses yang terjadi dalam kelompok serta bagaimana seseorang individu berperilaku dalam kelompok. Dalam proses mempromosikan layanannya, pustakawan dapat membentuk kelompok-kelompok yang terdiri dari pemakai dinamis perpustakaan, seperti klub pecinta buku, sahabat perpustakaan, kelompok baca, dan sebagainya.
Pustakawan di perpustakaan sekolah dapat membentuk sahabat perpustakaan yang anggotanya terdiri dari siswa-siswa di sekolah. Kegiatan sahabat perpustakaan ini dapat berupa:
1.      Lingkar sastra yaitu kegiatan bedah buku; pada kegiatan ini siswa membaca buku dengan judul yang sama kemudian membahas isinya bersama-sama. Mereka dapat mendiskusikan pengalaman mereka yang mungkin berkaitan dengan buku tersebut. Pustakawan dapat merekomendasikan buku yang dibaca. Pustakawan dapat bekerjasama dengan guru kelas dalam kegiatan ini, misalnya guru kelas menjadi fasilitator dalam lingkar sastra tersebut.
2.      Mengadakan kegiatan mendongeng, membaca puisi, dampingan buku; siswa yang berada pada tingkatan atas dapat mendongeng, membacakan puisi dan membacakan buku untuk adik kelasnya.
3.      Kegiatan sukarelawan; siswa anggota klub dapat membantu melayani dalam pelayanan perpustakaan dalam waktu yang terjadwal.

 

G.    Teori Kepribadian

Kepribadian adalah pemikiran, emosi dan tingkah laku seseorang yang unik sehingga membedakan individu tersebut saat berinteraksi dengan orang lain. Secara umum teori kepribadian yang ada pada psikologi mengarah pada dua penjelasan, yaitu:
1.      Perspektif biologi bahwa kepribadian merupakan bawaan sejak lahir. Kepribadian yang dimiliki individu bersifat genetik dan faktor lingkungan tidaklah penting dalam mempengaruhi kepribadian seseorang. Contohnya seperti ketika seseorang diajak teman-temannya untuk menonton di bioskop dia menolak untuk ikut menonton. Di karenakan dia mempunyai pendapat lain, daripada nonton dibioskop yang mahal, lebih baik menunggunya keluar di layar kaca ataupun internet walaupun sedikit lebih lama.
2.      Perspektif lingkungan yang membentuk kepribadian seseorang. Lingkunan yang dimaksud berupa pendidikan, pengalaman, persahabatan, ataupun nilai-nilai budaya. Contohnya orang yang seperti ini cenderung konsumtif, dan mengikuti perkembangan jaman. Misalnya teman-temannya mempunyai Smartphone model terbaru, dia juga tidak mau ketinggalan dan segera membelinya.
Salah satu pengukuran tipe kepribadian yang umum adalah Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) yang didasari Tipologi Jung. Teori Jung menyatakan bahwa ada dua orientasi dasar manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya yaitu: extroversi dan introversi.
1.      Extroversi adalah mereka yang mudah menjalin hubungan sosial terbuka, tertarik pada orang lain dan lingkungannya.
2.      Introversi cenderung tertutup, menarik diri dan hidup dalam dunianya.
Mereka lebih tertarik pada ide-ide pada manusia. Jung menjelaskan pula tentang empat fungsi berpikir, yaitu : Sensing (S), Intuition (I), Thinking (T), dan Feeling (F) atau penginderaan, intuisi, pikiran, dan perasaan. MBTI membagi kepribadian ke dalam 16 tipe, masing-masing tipe kepribadian mengandung 4 komponen, yaitu:
1.      Bagaimana kita menyalurkan energi (Extroversion atau Introversion).
Skala I/E (Extroversion atau Introversion) menjelaskan apakah seseorang memperoleh energi dari stimulus eksternal atau stimulus internal.
2.      Bagaimana kita memperoleh informasi (Sensing atau Intuition). Skala S/N (Sensing atau Intuition) menunjukkan bagaimana kebiasaan seseorang dalam memperoleh informasi.
3.      Bagaimana kita membuat keputusan (Thinking atau Feeling).
Skala T/F (Thinking atau Feeling) menjelaskan cara seseorang sampai pada kesimpulan dan mengambil keputusan.
4.      Bagaimana gaya hidup kita atau orientasi kita terhadap dunia luar (Judging atau Perceiving).
Skala J/P (Judging atau Perceiving) menunjukkan cara seorang mendasari hubungannya dengan lingkungan.
Menghadapi era globalisasi dan informasi, pustakawan sebagai individu dan profesi diharapkan menjadi pribadi yang dapat memberikan layanan yang baik bagi para pemakainya tidak hanya pada pelayanan tradisional saja tetapi juga pada pelayanan yang menggunakan teknologi informasi. Di Indonesia, kurikulum di berbagai jurusan ilmu perpustakaan mata kuliah psikologi dan komunikasi karena para calon pustakawan mempunyai kepribadian yang memahami psikologis pemakainya dan dapat berkomunikasi dengan baik.   
Pemahaman tentang kepribadian yang diharapkan dari pustakawan akan mengingatkan kita untuk berusaha membentuk diri kita menjadi orang yang memiliki kepribadian yang menyenangkan dan bersahabat dalam memberikan layanan di perpustakaan.  

BAB III
PENUTUP

 

A. Kesimpulan

Bahwa di dalam melaksanakan tugasnya, pengetahuan psikologi sangat penting bagi pustakawan. Dari uraian di atas, maka kami dapat menyimpulkan:
1.        Pustakawan harus memberikan contoh penerapan psikologi dalam organisasi perpustakaan dan pusat informasi lainnya, baik yang berkaitan dengan atasan, bawahan, rekan kerja, rekan seprofesi, penerbit, serta pihak-pihak lain.
2.        Pustakawan harus memberikan contoh penerapan psikologi untuk meningkatkan layanan perpustakaan bagi pemakai.

1.        Staf perpustakaan harus paham tentang kebutuhan pemakainya.
2.        Pustakawan harus memotivasi siswa untuk datang ke perpustakaan.
3.        Seorang pustakawan harus mencari cara bagaimana memenuhi kebutuhan penggunanya sehingga mereka terdorong untuk menggunakan fasilitas dan bahan koleksi yang tersedia di perpustakaan.
4.        Pustakawan harus memahami / mempunyai kepribadian yang memahami psikologis pemakainya dan dapat berkomunikasi dengan baik.






DAFTAR PUSTAKA


Gabbard, Ralph B., Kaiser Anthony and Kaunelism David. (2007). Redesigning a
Library Space for Collaborative Learning. Computers in Libraries. (5), P.11.

Hallam, Gillian dan Helen Patridge. Great Expectation? Developing a profile the
21st Century Library and Information Student: A Queensland University of Technology Case Study. IFLA. 2005.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar