TANTANGAN DAN PERMASALAHAN KEPUSTAKAWANAN INDONESIA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok pada Matakuliah Manajemen Layanan
dan Jasa Informasi
![]() |
Disusun Oleh :
Ramadan Saukani C [F0271151021]
Neneng Suharti [F0271151006]
Aslam Hafiz [F0271151039]
Siti Nur Sabrina [F0271151023]
Nurwahdini [F0271151037]
Olindri [F0271151025]
Ella H [F0271151029]
Neneng Suharti [F0271151006]
Aslam Hafiz [F0271151039]
Siti Nur Sabrina [F0271151023]
Nurwahdini [F0271151037]
Olindri [F0271151025]
Ella H [F0271151029]
PROGRAM STUDI D3 PERPUSTAKAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT. yang telah
memberikan kekuatan dan ketabahan bagi hamba-Nya. Serta memberi ilmu
pengetahuan yang banyak agar kita tidak merasa kesulitan. Tujuan penulisan
makalah ini yaitu memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Layanan dan Jasa
Informasi.
Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dan
sumbangan pemikiran, serta dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Manajemen Layanan dan Jasa
Informasi yaitu Slamet Widodo, S.Ag., S.I.IP., M.Kom.
Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah
selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat.
Pontianak, Juni 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap profesi pasti mempunyai tantangan dan permasalahan disetiap
profesinya. Begitu pula dengan profesi pustakawan. Dimakalah ini akan membahas
mengenai apa saja tantangan dan permasalahan kepustakawanan khususnya di
Indonesia.
Profesi pustakawan harus memiliki integritas-integritas. Seperti pustakawan
harus memiliki jiwa yang profesional, akuntabilitas, kredibilitas, dan
lain-lain. Yang sesuai dengan standar-standar yang telah ditentukan.
Masalah yang dihadapi sesuai dengan perkembangan zaman. Pustakawan harus
bisa mencari solusi-solusi untuk perpustakaan. Dimakalah ini akan dibahas
mengenai apa saja tantangan dan permasalahan beserta solusinya.
1.
Apa tantangan
dan permasalahan kepustakawanan Indonesia
2.
Apa itu
profesionalisme
3.
Apa itu
pendanaan dan standarisasi
4.
Apa itu
pemanfaatan teknologi informasi
1.
Mengetahui
tantangan dan permasalahan kepustakawanan Indonesia
2.
Mengetahui tentang
profesionalisme
3.
Mengetahui
pendanaan dan standarisasi
4.
Mengetahi
pemanfaatan teknologi informasi
BAB II
PEMBAHASAN
Buku adalah soko guru peradaban
berbasis informasi dan pengetahuan.
Perpustakaan memungkinkan peradaban itu tetap berlangsung, baik dengan
mempertahankan peran buku, maupun dengan memanfaatkan teknologi informasi terbaru. Pengelola institusi ini disebut pustakawan, dan keseluruhan kegiatan pengelolaan itu disebut kepustakawanan. Secara sempit kepustakawanan sering hanya dihubungkan dengan kegiatan teknis yang dilakukan pustakawan. Ini adalah pandangan yang salah.
Perpustakaan memungkinkan peradaban itu tetap berlangsung, baik dengan
mempertahankan peran buku, maupun dengan memanfaatkan teknologi informasi terbaru. Pengelola institusi ini disebut pustakawan, dan keseluruhan kegiatan pengelolaan itu disebut kepustakawanan. Secara sempit kepustakawanan sering hanya dihubungkan dengan kegiatan teknis yang dilakukan pustakawan. Ini adalah pandangan yang salah.
Kepustakawanan memang berintikan
sebuah profesi, yaitu pustakawan. Profesi ini memegang teguh nilai-nilai
tentang kualitas, kehormatan, dan
kebersamaan. Pustakawan bekerja berdasarkan etos kemanusiaan sebagai lawan dari kegiatan pertukangan semata. Pustakawan adalah fasilitator kelancaran arus informasi dan pelindung hak asasi manusia dalam akses ke informasi.
Pustakawan memperlancar proses transformasi dari informasi dan pengetahuan menjadi kecerdasan sosial atau social intelligence. Tanpa kepustakawanan, sebuah bangsa kehilangan potensi untuk secara bersama-sama menjadi cerdas, berpengetahuan, dan bermartabat.
kebersamaan. Pustakawan bekerja berdasarkan etos kemanusiaan sebagai lawan dari kegiatan pertukangan semata. Pustakawan adalah fasilitator kelancaran arus informasi dan pelindung hak asasi manusia dalam akses ke informasi.
Pustakawan memperlancar proses transformasi dari informasi dan pengetahuan menjadi kecerdasan sosial atau social intelligence. Tanpa kepustakawanan, sebuah bangsa kehilangan potensi untuk secara bersama-sama menjadi cerdas, berpengetahuan, dan bermartabat.
Sebagai sebuah bangsa, Indonesia tak
ingin terpuruk dan tercekik krisis
yang seakan tak ada hentinya. Indonesia memerlukan Kepustakawanan agar dapat bersama-sama menjadi cerdas, berpengetahuan, dan bermartabat. Untuk membangun Kepustakawanan Indonesia diperlukan kesungguhan menghadapi 15 pokok perhatian yang terkelompok menjadi empat isyu besar, yaitu:
yang seakan tak ada hentinya. Indonesia memerlukan Kepustakawanan agar dapat bersama-sama menjadi cerdas, berpengetahuan, dan bermartabat. Untuk membangun Kepustakawanan Indonesia diperlukan kesungguhan menghadapi 15 pokok perhatian yang terkelompok menjadi empat isyu besar, yaitu:
a. Profesionalisme
pustakawan
b. Akuntabilitas
dan kredibilitas
c. Pendanaan
dan standardisasi
d. Landasan
ilmu dan pemanfaatan teknologi informasi
Undang-Undang Perpustakaan
menyatakan bahwa institusi perpustakaan dipimpin oleh seorang ahli yang
berlatarbelakang pendidikan ilmu perpustakaan. Ketentuan ini harus ditegakkan
dengan memastikan bahwa Kepala Perpustakaan di semua jenis perpustakaan memang
dijabat oleh orang yang tepat dan cocok.
Tantangan dan persoalannya:
a.
Di jajaran seluruh jajaran pemerintahan terjadi pola
penempatan
Kepala Perpustakaan secara serampangan tanpa memedulikan asas ketepatan dan kecocokan. Pola ini meluas di seluruh Indonesia dan seringkali dilakukan secara sengaja.
Kepala Perpustakaan secara serampangan tanpa memedulikan asas ketepatan dan kecocokan. Pola ini meluas di seluruh Indonesia dan seringkali dilakukan secara sengaja.
b.
Di kalangan swasta terjadi kesimpangsiuran dan
kesalahpahaman
tentang fungsi Kepala Perpustakaan. Banyak Kepala Perpustakaan yang tidak dapat menjalankan tugas dan wewenangnya secara profesional dan tidak diapresiasi secara wajar.
tentang fungsi Kepala Perpustakaan. Banyak Kepala Perpustakaan yang tidak dapat menjalankan tugas dan wewenangnya secara profesional dan tidak diapresiasi secara wajar.
c.
Di sekolah-sekolah belum terdapat kejelasan tentang
fungsi dan
tugas ‘guru-pustakawan’ atau ‘pustakawan- guru’. Perpustakaan di
sekolah-sekolah sering dijalankan tanpa manajemen yang memadai antara lain karena dipimpin oleh orang yang tidak mampu, tidak tepat, dan tidak cocok sebagai Kepala Perpustakaan.
tugas ‘guru-pustakawan’ atau ‘pustakawan- guru’. Perpustakaan di
sekolah-sekolah sering dijalankan tanpa manajemen yang memadai antara lain karena dipimpin oleh orang yang tidak mampu, tidak tepat, dan tidak cocok sebagai Kepala Perpustakaan.
Ketiga persoalan nyata di lapangan
tersebut ditengarai sebagai wujud dari
persoalan yang lebih mendasar yaitu kekurangtahuan dan ketidakpedulian
tentang profesi pustakawan. Kedua hal negatif ini harus dihilangkan. Tanpa
apresiasi yang benar dan memadai tentang pustakawan maka
perpustakaan- perpustakaan di Indonesia akan berjalan secara serampangan, sporadis, dan tumpang-tindih; mengurangi potensi institusi ini yang secara bersama-sama dapat bertindak sebagai pondasi bagi bangsa yang maju dan berkepribadian di bidang pengetahuan dan informasi.
persoalan yang lebih mendasar yaitu kekurangtahuan dan ketidakpedulian
tentang profesi pustakawan. Kedua hal negatif ini harus dihilangkan. Tanpa
apresiasi yang benar dan memadai tentang pustakawan maka
perpustakaan- perpustakaan di Indonesia akan berjalan secara serampangan, sporadis, dan tumpang-tindih; mengurangi potensi institusi ini yang secara bersama-sama dapat bertindak sebagai pondasi bagi bangsa yang maju dan berkepribadian di bidang pengetahuan dan informasi.
Mengingat hakikat dasar perpustakaan
sebagai institusi yang berupaya membuka akses pengetahuan dan informasi
seluas-luasnya bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat di Indonesia, maka
adalah wajar bahwa perpustakaan- perpustakaan yang terbuka untuk umum harus
semakin banyak tersedia di Indonesia. Sesuai yang diamanatkan Undang-Undang,
untuk mewujudkan keberadaan perpustakaan- perpustakaan seperti itu diperlukan
dukungan penuh dari Pemerintah, selain juga partisipasi dari masyarakat yang
seluas mungkin.
Tantangan dan persoalannya:
Tantangan dan persoalannya:
d.
Selama berpuluh-puluh tahun, tidak ada koordinasi dan
visi-misi
yang jelas dalam pelaksanaan perpustakaan di Indonesia. Potensi
kepustakawanan Indonesia musnah oleh diskoordinasi, proyek-proyek pemerintah yang sporadis, perencanaan yang amburadul, dan ketiadaan kepemimpinan (leaderships) . Keadaan ini bertambah parah ketika tidak ada kejelasan tentang fungsi-fungsi institusi informasi seperti arsip, perpustakaan dan dokumentasi.
yang jelas dalam pelaksanaan perpustakaan di Indonesia. Potensi
kepustakawanan Indonesia musnah oleh diskoordinasi, proyek-proyek pemerintah yang sporadis, perencanaan yang amburadul, dan ketiadaan kepemimpinan (leaderships) . Keadaan ini bertambah parah ketika tidak ada kejelasan tentang fungsi-fungsi institusi informasi seperti arsip, perpustakaan dan dokumentasi.
e.
Hal serupa terjadi pada upaya masyarakat umum untuk
membantu
pengembangan kepustakawanan. Banyak niat-baik anggota masyarakat untuk ikut membangun kepustakawanan terhambat, baik oleh ketidaktahuan maupun oleh kesalahpahaman. Lebih menguatirkan lagi, banyak niat-baik ini akhirnya tak mencapai tujuannya karena disalahgunakan untuk kepentingan popularitas sesaat, atau untuk menghabiskan dana pemerintah yang tidak diawasi oleh sebab-sebab yang sudah diurai di butir 4 di atas.
pengembangan kepustakawanan. Banyak niat-baik anggota masyarakat untuk ikut membangun kepustakawanan terhambat, baik oleh ketidaktahuan maupun oleh kesalahpahaman. Lebih menguatirkan lagi, banyak niat-baik ini akhirnya tak mencapai tujuannya karena disalahgunakan untuk kepentingan popularitas sesaat, atau untuk menghabiskan dana pemerintah yang tidak diawasi oleh sebab-sebab yang sudah diurai di butir 4 di atas.
f.
Diskoordinasi yang sudah amat parah dan ketiadaan
fokus menyebabkan
kepustakawanan di Indonesia kehilangan kredibilitas. Perpustakaan sering
hanya dianggap gedung atau ruangan seadanya, dan dikelola secara amatiran tanpa kesinambungan. Akibatnya, perpustakaan- perpustakaan Indonesia tak dekat dengan masyarakatnya dan diabaikan pula.
kepustakawanan di Indonesia kehilangan kredibilitas. Perpustakaan sering
hanya dianggap gedung atau ruangan seadanya, dan dikelola secara amatiran tanpa kesinambungan. Akibatnya, perpustakaan- perpustakaan Indonesia tak dekat dengan masyarakatnya dan diabaikan pula.
g.
Sudah terlalu banyak ‘gerakan’ yang dilakukan untuk
mempromosikan
kepustakawanan, namun semua gerakan ini tidak tepat sasaran oleh sebab-sebab yang sudah diuraikan di atas atau dikooptasi untuk kepentingan pribadi. Ini menambah buruk citra dan menurunkan kredibilitas kepustakawanan Indonesia di mata masyarakatnya.
kepustakawanan, namun semua gerakan ini tidak tepat sasaran oleh sebab-sebab yang sudah diuraikan di atas atau dikooptasi untuk kepentingan pribadi. Ini menambah buruk citra dan menurunkan kredibilitas kepustakawanan Indonesia di mata masyarakatnya.
Sesungguhnya, berkat tekad yang
bulat untuk memajukan pendidikan, bangsa Indonesia telah berkehendak
menyediakan dana untuk keperluan pendidikan.
Sudah sewajarnya kehendak ini juga tersalurkan dan terwujudkan dalam bentuk pengembangan perpustakaan, khususnya di sekolah dan perguruan tinggi, namun juga di masyarakat luas dalam bentuk perpustakaan untuk umum yang menunjang pendidikan seumur hidup. Tantangan dan persoalannya:
Sudah sewajarnya kehendak ini juga tersalurkan dan terwujudkan dalam bentuk pengembangan perpustakaan, khususnya di sekolah dan perguruan tinggi, namun juga di masyarakat luas dalam bentuk perpustakaan untuk umum yang menunjang pendidikan seumur hidup. Tantangan dan persoalannya:
h.
Oleh sebab-sebab yang sudah diuraikan di butir 4
sampai 7, telah
terjadi dua hal yang amat merugikan bangsa Indonesia. Pertama, perpustakaan tak mendapat dana yang memadai oleh anggapan keliru bahwa institusi ini bukan termasuk pilar pendidikan. Kedua, dana yang ada pun tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya sebab memang tidak dikelola dengan profesional dan akuntabel. Kedua hal ini harus dihentikan, khususnya ketika bangsa ini sudah bertekad menyediakan 20% anggaran pembangunan untuk pendidikan. Perlu ditegaskan secara lebih tersurat alokasi yang cukup dari anggaran pembangunan pendidikan.
terjadi dua hal yang amat merugikan bangsa Indonesia. Pertama, perpustakaan tak mendapat dana yang memadai oleh anggapan keliru bahwa institusi ini bukan termasuk pilar pendidikan. Kedua, dana yang ada pun tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya sebab memang tidak dikelola dengan profesional dan akuntabel. Kedua hal ini harus dihentikan, khususnya ketika bangsa ini sudah bertekad menyediakan 20% anggaran pembangunan untuk pendidikan. Perlu ditegaskan secara lebih tersurat alokasi yang cukup dari anggaran pembangunan pendidikan.
i.
Sebagai kegiatan yang bersifat nasional dan meluas,
kepustakawanan
sesungguhnya memerlukan standar yang jelas dan terukur. Indonesia
ketinggalan amat jauh dibandingkan negara-negara lain. Banyak sekali –kalau tidak dapat dikatakan hampir semua- kegiatan perpustakaan, baik yang dilakukan pemerintah, swasta, maupun masyarakat umum dan perorangan, diselenggarakan tanpa standar. Kalaupun ada standar, pada umumnya standar itu dibuat untuk keperluan birokrasi dan administrasi yang kurang memperhatikan hakikat perpustakaan sebagai institusi sosial-budaya masyarakatnya.
sesungguhnya memerlukan standar yang jelas dan terukur. Indonesia
ketinggalan amat jauh dibandingkan negara-negara lain. Banyak sekali –kalau tidak dapat dikatakan hampir semua- kegiatan perpustakaan, baik yang dilakukan pemerintah, swasta, maupun masyarakat umum dan perorangan, diselenggarakan tanpa standar. Kalaupun ada standar, pada umumnya standar itu dibuat untuk keperluan birokrasi dan administrasi yang kurang memperhatikan hakikat perpustakaan sebagai institusi sosial-budaya masyarakatnya.
j.
Pengawasan mutu dan pembelajaan dana di bidang
perpustakaan sangat
kurang, kalau tak dapat dikatakan tiada sama sekali. Celah penyalahgunaan
dana amatlah besar, baik oleh kesengajaan maupun oleh mismanagement. Secara lebih spesifik, tak ada mekanisme dan prosedur untuk mengaitkan dana perpustakaan dan mutu yang dapat dirasakan oleh masyarakatnya. Dibandingkan negara-negara lain, kepustakawanan Indonesia amat tertinggal dalam hal penjaminan mutu.
kurang, kalau tak dapat dikatakan tiada sama sekali. Celah penyalahgunaan
dana amatlah besar, baik oleh kesengajaan maupun oleh mismanagement. Secara lebih spesifik, tak ada mekanisme dan prosedur untuk mengaitkan dana perpustakaan dan mutu yang dapat dirasakan oleh masyarakatnya. Dibandingkan negara-negara lain, kepustakawanan Indonesia amat tertinggal dalam hal penjaminan mutu.
Indonesia boleh bangga sebab
pendidikan bagi profesi pustakawan sudah hadir sejak 1954, pada masa awal
kemerdekaan. Kenyataan historis ini menunjukkan penghargaan bangsa pada
pentingnya profesi pustakawan untuk kemajuan pengetahuan. Sekarang, tak kurang
dari 13 perguruan tinggi menyelenggarakan pendidikan di bidang perpustakaan
baik di tingkat diploma, sarjana, maupun magister. Namun aset yang amat besar
ini terancam tak terwujud menjadi modal
karena persoalan-persoalan berikut:
karena persoalan-persoalan berikut:
k.
Para penyelenggara pendidikan kehilangan orientasi
ilmu dan terpaku
pada pengajaran hal-hal teknis. Ini ikut menyumbang pada kesalahpahaman di masyarakat tentang profesi pustakawan dan menjadi salah satu penyebab utama mengapa citra pustakawan di Indonesia sangat dilecehkan sebagai ‘tukang’ semata. Dibandingkan negara-negara lain, pendidikan Indonesia sangat kurang menghargai filsafat, ilmu, dan metodologi perpustakaan yang sudah teruji.
Para penyelenggara dan pengajar jurusan ilmu perpustakaan terlalu
berorientasi teknis.
pada pengajaran hal-hal teknis. Ini ikut menyumbang pada kesalahpahaman di masyarakat tentang profesi pustakawan dan menjadi salah satu penyebab utama mengapa citra pustakawan di Indonesia sangat dilecehkan sebagai ‘tukang’ semata. Dibandingkan negara-negara lain, pendidikan Indonesia sangat kurang menghargai filsafat, ilmu, dan metodologi perpustakaan yang sudah teruji.
Para penyelenggara dan pengajar jurusan ilmu perpustakaan terlalu
berorientasi teknis.
l.
Salah satu sebab dari orientasi yang terlalu teknis
itu adalah
ketiadaan pengakuan terhadap keabsahan Ilmu Perpustakaan yang saat ini di dunia bahkan sudah berkembang menjadi Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Di kalangan akademisi maupun penyelenggara perguruan tinggi dan penyelenggara pemerintahan di bidang ini, pemahaman dan apresiasi tentang Ilmu Perpustakaan dan Informasi amat kurang. Selalu ada hambatan untuk mengembangkan ilmu ini, antara lain karena semua pihak menganggapnya ‘bukan ilmu’.
ketiadaan pengakuan terhadap keabsahan Ilmu Perpustakaan yang saat ini di dunia bahkan sudah berkembang menjadi Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Di kalangan akademisi maupun penyelenggara perguruan tinggi dan penyelenggara pemerintahan di bidang ini, pemahaman dan apresiasi tentang Ilmu Perpustakaan dan Informasi amat kurang. Selalu ada hambatan untuk mengembangkan ilmu ini, antara lain karena semua pihak menganggapnya ‘bukan ilmu’.
m.
Penguasaan Ilmu Perpustakaan dan Informasi -sebagai
lawan dari
penguasaan keahlian teknis semata- diyakini dapat menjamin implementasi
teknologi yang baik, benar, dan tepat guna guna membangun masyarakat
informasi dan masyarakat berbasis pengetahuan. Pelecehan terhadap Ilmu
Perpustakaan dan Informasi, baik oleh akademisi, penyelenggara pendidikan, maupun pemerintah, menyebabkan ketertinggalan kita dalam memanfaatkan teknologi informasi di bidang perpustakaan.
penguasaan keahlian teknis semata- diyakini dapat menjamin implementasi
teknologi yang baik, benar, dan tepat guna guna membangun masyarakat
informasi dan masyarakat berbasis pengetahuan. Pelecehan terhadap Ilmu
Perpustakaan dan Informasi, baik oleh akademisi, penyelenggara pendidikan, maupun pemerintah, menyebabkan ketertinggalan kita dalam memanfaatkan teknologi informasi di bidang perpustakaan.
n.
Penguasaan Ilmu Perpustakaan dan Informasi diyakini
dapat pula menjadi penyeimbang bagi dominasi penggunaan teknologi informasi
sebagai alat industri dan bisnis belaka. Melalui pemahaman tentang filsafat,
ilmu, dan metodologi yang benar, maka profesi pustakawan dapat menjadi fasilitator
bagi pemanfaatan teknologi informasi untuk kepentingan Indonesia yang cerdas,
berpengetahuan, dan bermartabat. Pelecehan terhadap Ilmu Perpustakaan dan
Informasi menyebabkan pustakawan kurang berperan dalam hal ini dan akhirnya
semata-mata menjadi konsumen dari alat-alat teknologi. Pada gilirannya,
pustakawan juga tak dapat membantu masyarakat memanfaatkan teknologi informasi
bagi kepentingan mereka.
o.
Untuk mewujudkan potensi pendidikan yang menghasilkan
profesionalisme di bidang perpustakaan amatlah penting menyelaraskan kurikulum
semua penyelenggara pendidikan di bidang ini. Bersamaan dengan itu,
penyelenggara pendidikan juga harus memperhatikan kondisi dan kebutuhan
sesungguhnya dengan masyarakat Indonesia, termasuk dalam menyediakan kekhususan
ilmu untuk profesi-profesi spesifik.
(Diambil dari tulisan Ibu
Harkrisyati kamil di the_ics : TANTANGAN DAN PERMASALAHAN KEPUSTAKAWANAN
INDONESIA) (1)
BAB III
PENUTUP
Setelah
mengetahui tentang tantangan dan permasalahan kepustakawanan di Indonesia. Ada
baiknya seorang pustakawan bekerja dengan sepenuh hati. Karena pustakawan
adalah profesi yang sangat berperan penting untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Pustakawan
harus peka terhadap teknologi informasi. Karena seperti yang kita tahu sebuah
perpustakaan akan sulit untuk bersaing jika tidak mengikuti perkembangan
teknologi informasi. Maka dari itu sebagai pustakawan harus dituntut untuk
mengembangkan perpustakaan sesuai dengan perkembangan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
1. UPT.
Perpustakaan Universitas Tanjungpura [Internet]. [dikutip 9 Juni 2016]. Diambil
dari: http://perpustakaan.untan.ac.id/post/10/tantangan_dan_permasalahan_kepustakawanan_indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar